Rabu, 18 Januari 2017

Laporan Pendahuluan Pada klien dengan Trauma Cervikal



LAPORAN PENDAHULUAN FRAKTUR CERVIKAL



1.      Pengertian
Trauma servikal adalah suatu keadaan cedera pada tulang belakang servikal dan medulla spinalis yang disebabkan oleh dislokasi, subluksasi, atau fraktur vertebra servikalis dan ditandai dengan kompresi pada medula spinalis daerh servikal. Dislokasi servikal adalah lepasnya salah satu struktur dari tulang servikal. Subluksasi servikal merupakan kondisi sebagian dari tulang servikal lepas. Fraktur servikal adalah terputusnya hubungan dari badan tulang vertebra servikalis (Muttaqin, 2011).



2.      Etiologi
Cedera medulla spinalis servikal disebabkan oleh trauma langsung yang mengenai tulang belakang di mana tulang tersebut melampaui kemampauan tulang belakang dalam melindungi saraf-saraf belakangnya. Menurut Emma, (2011) Trauma langsung tersebut dapat berupa :
-        Kecelakaan lalulintas
-        Kecelakaan olahraga
-        Kecelakaan industry
-        Jatuh dari pohon/bangunan
-        Luka tusuk
-        Luka tembak
-        Kejatuhan benda keras

























3. Patofisiologi
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiiSQWWsR7MWHslGWCFeoCBaJpwo5pxdCxUmBCyEzdExuzexow6mhUtYDsmlEc60PMaa0JJESWk-9sLuXm2_y0MjhNSa2WnJXXbSbH2q2lSMtWZ66BLgBMrr0DHSoWzwOmcS5HPMwbUreJX/s1600/woc+medula+spinalis.jpg










4.      Manifestasi Klinis
Menurut Hudak & Gallo, (1996) menifestasi klinis trauma servikal adalah sebagai berikut:
 1)      Lesi C1-C4 
           Pada lesi C1-C4. Otot trapezius, sternomastoid dan otot plastisma masih berfungsi. Otot diafragma dan otot interkostal mengalami partalisis dan tidak ada gerakan (baik secara fisik maupun fungsional0 di bawah transeksi spinal tersebut. Kehilangan sensori pada tingkat C1 malalui C3 meliputi daerah oksipital, telinga dan beberapa daerah wajah. Kehilangan sensori diilustrasikan oleh diagfragma dermatom tubuh.
Pasien dengan quadriplegia pada C1, C2, atau C3 membutuhkan perhatian penuh karena ketergantungan pada semua aktivitas kebutuhan sehari-hari seperti makan, mandi, dan berpakaian. quadriplegia pada C4 biasanya juga memerlukan ventilator mekanis tetapi mengkn dapat dilepaskan dari ventilator secara. intermiten. pasien biasnya tergantung pada orang lain dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari meskipun dia mungkin dapat makan sendiri dengan alat khsus.
2)      Lesi C5
          Bila segmen C5 medulla spinalis mengalami kerusakan, fungsi diafragma rusak sekunder terhadap edema pascatrauma akut. paralisis intestinal dan dilatasi lambung dapat disertai dengan depresi pernapasan. Ekstremitas atas mengalami rotasi ke arah luar sebagai akibat kerusakan pada otot supraspinosus. Bahu dapat di angkat karena tidak ada kerja penghambat levator skapula dan otot trapezius. setelah fase akut, refleks di bawah lesi menjadi berlebihan. Sensasi  ada pada daerah leher dan triagular anterior dari daerah lengan atas.
3)      Lesi C6
                pada lesi segen C6 disters pernafasan dapat terjadi karena paralisis intestinal dan edema asenden dari medulla spinalis. Bahu biasanya naik, dengan lengan abduksi dan lengan bawah fleksi. Ini karena aktivitasd tak terhambat dari deltoid, bisep dan otot brakhioradialis.
4)      Lesi C7
Lesi medulla pada tingkat C7 memungkinkan otot diafragma dan aksesori untuk mengkompensasi otot abdomen dan interkostal. Ekstremitas atas mengambil posis yang sama seperti pada lesi C6. Fleksi jari tangan biasnya berlebihan ketika kerja refleks kembali.

2.      Pemeriksaan Diagnostik
Menurut Doenges, (2000) ada pun pemeriksaan penunjang trauma servikal yaitu:
1)      Sinar X spinal
Menentukan loksi dan jenis cedera tulang (fraktur, disloksi) untuk kesejajaran, reduksi setelah dilakukan traksi atau operasi.
2)      CT scan
Menentukan tempat luka/jejas, mengevaluasi gangguan struktural.
3)      MRI
Mengidentifikasi adanya kerusakan saraf spinal, edema dan kompresi.
4)      Mielografi
Untuk memperlihatkan kolumna spinalis (kanal vertebral) jika faktor patologisnya tidak jelas atau di curigai adanya oklusi pada ruang subarakhnoid medulla spinalis.
5)      Foto rontgen torak
Memperlihatkan keadaan paru (contohnya: perubahan pada diagfragma, anterlektasis).
6)      GDA
Menunjukkan keefektifan pertukaran gas atau upaya ventilasi.

5.      Komplikasi
Menurut Emma, (2011) komplikasi pada trauma servikal adalah :
a.       Syok neurogenik
Syok neurogenik merupakan hasil dari kerusakan jalur simpatik yang desending pada medulla spinalis. Kondisi ini mengakibatkan kehilangan tonus vasomotor dan kehilangan persarafan simpatis pada jantung sehingga menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah visceral serta ekstremitas bawah maka terjadi penumpukan darah dan konsekuensinya terjadi hipotensi.
b.      Syok spinal
Syok spinal adalah keadaan flasid dan hilangnya refleks, terlihat setelah terjadinya cedera medulla spinalis. Pada syok spinal mungkin akan tampak seperti lesi komplit walaupun tidak seluruh bagian rusak.
c.       Hipoventilasi
Hal ini disebabkan karena paralisis otot interkostal yang merupakan hasil dari cedera yang mengenai medulla spinalis bagian di daerah servikal bawah atau torakal atas.
d.      Hiperfleksia autonomic
Dikarakteristikkan oleh sakit kepala berdenyut, keringat banyak, kongesti nasal, bradikardi dan hipertensi.

6.      Penatalaksanaan
Menurut  ENA, (2000) penatalaksanaan pada pasien truama servikal yaitu :
1)      Mempertahankan ABC (Airway, Breathing, Circulation)
2)      Mengatur posisi kepala dan leher untuk mendukung airway : headtil, chin lip, jaw thrust. Jangan memutar atau menarik leher ke belakang (hiperekstensi), mempertimbangkan pemasangan intubasi nasofaring.
3)      Stabilisasi tulang servikal dengan manual support, gunakan servikal collar, imobilisasi lateral kepala, meletakkan papan di bawah tulang belakang.
4)      Stabililisasi tulang servikal sampai ada hasil pemeriksaan rontgen (C1 - C7) dengan menggunakan collar (mencegah hiperekstensi, fleksi dan rotasi), member lipatan selimut di bawah pelvis kemudian mengikatnya.
5)      Menyediakan oksigen tambahan.
6)      Memonitor tanda-tanda vital meliputi RR, AGD (PaCO2), dan pulse oksimetri.
7)      Menyediakan ventilasi mekanik jika diperlukan.
8)      Memonitor tingkat kesadaran dan output urin untuk menentukan pengaruh dari hipotensi dan bradikardi.
9)      Meningkatkan aliran balik vena ke jantung.
10)  Berikan antiemboli
11)  Tinggikan ekstremitas bawah
12)  Gunakan baju antisyok.
13)  Meningkatkan tekanan darah
14)  Monitor volume infus.
15)  Berikan terapi farmakologi ( vasokontriksi)
16)  Berikan atropine sebagai indikasi untuk meningkatkan denyut nadi jika terjadi gejala bradikardi.
17)  Mengetur suhu ruangan untuk menurunkan keparahan dari poikilothermy.
18)  Memepersiapkan pasien untuk reposisi spina.
19)  Memberikan obat-obatan untuk menjaga, melindungi dan memulihkan spinal cord : steroid dengan dosis tinggi diberikan dalam periode lebih dari 24 jam, dimulai dari 8 jam setelah kejadian.
a.       Memantau status neurologi pasien untuk mengetahui tingkat kesadaran pasien.
b.      Memasang NGT untuk mencegah distensi lambung dan kemungkinan aspirasi jika ada indikasi.
c.       Memasang kateter urin untuk pengosongan kandung kemih.
d.      Mengubah posisi pasien untuk menghindari terjadinya dekubitus.
e.       Memepersiapkan pasien ke pusat SCI (jika diperlukan).
f.       Mengupayakan pemenuhan kebutuhan pasien yang teridentifikasi secara konsisten untuk menumbuhkan kepercayaan pasien pada tenaga kesehatan.
g.      Melibatkan orang terdekat untuk mendukung proses penyembuhan


Asuhan Keperawatan Teoritis
1.      Pengkajian
Pengkajian pada klien dengan trauma tulang belakang meliputi:
a.        Aktifitas dan istirahat : kelumpuhan otot terjadi kelemahan selama syok spinal
b.        Sirkulasi : berdebar-debar, pusing saat melakukan perubahan posisi, Hipotensi, bradikardi, ekstremitas dingin atau pucat
c.        Eliminasi : inkontenensia defekasi dan berkemih, retensi urine, distensi perut, peristaltik hilang
d.       Integritas ego : menyangkal, tidak percaya, sedih dan marah, takut cemas, gelisah dan menarik diri
e.        Pola makan : mengalami distensi perut, peristaltik usus hilang
f.         Pola kebersihan diri : sangat ketergantungan dalam melakukan ADL
g.        Neurosensori : kesemutan, rasa terbakar pada lengan atau kaki, paralisis flasid, Hilangnya sensasi dan hilangnya tonus otot, hilangnya reflek, perubahan reaksi pupil, ptosi
h.        Nyeri/kenyamanan : nyeri tekan otot, hiperestesi tepat diatas daerah trauma, dan
Mengalami deformitas pada daerah trauma
i.          Pernapasan : napas pendek, ada ronkhi, pucat, sianosis
j.          Keamanan : suhu yang naik turun
(Carpenito (2000), Doenges at al (2000))

2.      Diagnosa
Adapun diagnosa yang yang mungkin kita angkat dan menjadi perhatian pada fraktur servikal, diantaranya :
a.       Pola napas tidak efektif berhubungan dengan kelumpuhan otot diafragmakerusakan
b.      Mobilitas fisik berhubungan dng kelumpuhan gangguan rasa nyaman nyeri
c.       Berhubungan dengan adanya cedera gangguan eliminasi alvi /konstipasi berhubungan
d.      Dengan gangguan persarafan pada usus dan rektum.
e.       Perubahan pola eliminasi urine berhubungan dengan kelumpuhan syarat perkemihan.


3.      Intervensi
a.       Pola napas tidak efektif berhubungan dengan kelumpuhan otot diafragmakerusakan
Tujuan perawatan : pola nafas efektif setelah diberikan oksigen
Kriteria hasil : ventilasi adekuat
Dx
Intervensi
Rasional
a
1)      Pertahankan jalan nafas; posisi kepala tanpa gerak
1)      pasien dengan cedera cervicalis akan membutuhkan bantuan untuk mencegah aspirasi/ mempertahankan jalan nafas.
2)      Lakukan penghisapan lendir bila perlu, catat jumlah, jenis dan karakteristik sekret.
2)      jika batuk tidak efektif, penghisapan dibutuhkan untuk mengeluarkan sekret, dan mengurangi resiko infeksi pernapasan.
3)      Kaji fungsi pernapasan
3)      trauma pada C5-6 menyebabkan hilangnya fungsi pernapasan secara partial, karena otot pernapasan mengalami kelumpuhan.
4)      Auskultasi suara napas
4)      hipoventilasi biasanya terjadi atau menyebabkan akumulasi sekret yang berakibat pnemonia.
5)      Observasi warna kulit.
5)      menggambarkan adanya kegagalan pernapasan yang memerlukan tindakan segera
6)      Kaji distensi perut dan spasme otot.
6)      kelainan penuh pada perut disebabkan karena kelumpuhan diafragma
7)      Anjurkan pasien untuk minum minimal 2000 cc/hari.
7)      membantu mengencerkan sekret, meningkatkan mobilisasi sekret sebagai ekspektoran.
8)      Lakukan pengukuran kapasitas vital, volume tidal dan kekuatan pernapasan
8)      menentukan fungsi otot-otot pernapasan. Pengkajian terus menerus untuk mendeteksi adanya kegagalan pernapasan.
9)      Pantau analisa gas darah.
9)      untuk mengetahui adanya kelainan fungsi pertukaran gas sebagai contoh : hiperventilasi PaO2 rendah dan PaCO2 meningkat.
10)  Berikan oksigen dengan cara yang tepat : metode dipilih sesuai dengan keadaan isufisiensi pernapasan.
10)  Membentu pasien dalam bernafas
11)  Lakukan fisioterapi nafas.
11)  mencegah sekret tertahan

b.      Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dng kelumpuhan
Tujuan perawatan : selama perawatan gangguan mobilisasi bisa diminimalisasi sampai cedera diatasi dengan pembedahan.
Kriteria hasil : tidak ada kontrakstur, kekuatan otot meningkat, pasien mampu beraktifitas kembali secara bertahap.
Dx
Intervensi
Rasional
b
1)      Kaji secara teratur fungsi motorik.
1)      mengevaluasi keadaan secara umum
2)      Lakukan log rolling
2)      membantu ROM secara pasif
3)      Pertahankan sendi 90 derajad terhadap papan kaki.
3)      mencegah footdrop
4)      Ukur tekanan darah sebelum dan sesudah log rolling.
4)      mengetahui adanya hipotensi ortostatik
5)      Inspeksi kulit setiap hari.
5)      gangguan sirkulasi dan hilangnya sensai resiko tinggi kerusakan integritas kulit.
6)      Berikan relaksan otot sesuai pesanan seperti diazepam.
6)      berguna untuk membatasi dan mengurangi nyeri yang berhubungan dengan spastisitas.

c.       Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan adanya cedera
Tujuan keperawatan : rasa nyaman terpenuhi setelah diberikan perawatan dan pengobatan
Kriteria hasil : melaporkan rasa nyerinya berkurang
Dx
Intervensi
Rasional
c
1)      Kaji terhadap nyeri dengan skala 0-5. Rasional
1)      pasien melaporkan nyeri biasanya diatas tingkat cedera.
2)      Bantu pasien dalam identifikasi faktor pencetus.
2)      nyeri dipengaruhi oleh; kecemasan, ketegangan, suhu, distensi kandung kemih dan berbaring lama.
3)      Berikan tindakan kenyamanan.
3)      memberikan rasa nayaman dengan cara membantu mengontrol nyeri.
4)      Dorong pasien menggunakan tehnik relaksasi.
4)      memfokuskan kembali perhatian, meningkatkan rasa kontrol.
5)      Berikan obat antinyeri sesuai pesanan.
5)      untuk menghilangkan nyeri otot atau untuk menghilangkan kecemasan dan meningkatkan istirahat.
d.      Gangguan eliminasi alvi /konstipasi berhubungan dengan gangguan persarafan pada usus dan rectum
Tujuan perawatan : pasien tidak menunjukkan adanya gangguan eliminasi alvi/konstipasi
Kriteria hasil : pasien bisa b.a.b secara teratur sehari 1 kali
Dx
Intervensi
Rasional
d
1)      Auskultasi bising usus, catat lokasi dan karakteristiknya.
1)      bising usus mungkin tidak ada selama syok spinal.
2)      Catat adanya keluhan mual dan ingin muntah, pasang NGT.
2)      pendarahan gantrointentinal dan lambung mungkin terjadi akibat trauma dan stress.
3)      Berikan diet seimbang TKTP cair
3)      meningkatkan konsistensi feces
4)      Berikan obat pencahar sesuai pesanan.
4)      merangsang kerja usus

e.       Perubahan pola eliminasi urine berhubungan dengan kelumpuhan syarat perkemihan.
Tujuan perawatan : pola eliminasi kembali normal selama perawatan
Kriteria hasil : produksi urine 50 cc/jam, keluhan eliminasi uirine tidak ada
Dx
Intervensi
Rasional
e
1)      Kaji pola berkemih, dan catat produksi urine tiap jam.
1)      mengetahui fungsi ginjal

2)      Palpasi kemungkinan adanya distensi kandung kemih.
2)       

3)      Anjurkan pasien untuk minum 2000 cc/hari.
3)      membantu mempertahankan fungsi ginjal.

4)      Pasang dower kateter.
4)      membantu proses pengeluaran urine






DAFTAR PUSTAKA

1.      Brunner & Suddarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8. Jakarta : EGC
2.      Ariani, Tutu April. 2012. Sistem Neurobehaviour. Jakarta : Salemba Medika
3.      Muttaqin, Arif. 2011. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Persyarafan. Jakarta : Salemba Medika
4.      Marilynn E Doengoes, et all, alih bahasa Kariasa IM, (2000), Rencana Asuhan Keperawatan, pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien, EGC, Jakarta.
5.      Hudak and Gallo, (1994), Critical Care Nursing, A Holistic Approach, JB Lippincott company, Philadelpia.
6.      Saanin, Syaiful. 2009. Cedera Sistema Saraf Pusat Traumatika Dan Nontraumatika. PDF Jurnal. Diakses tanggal 27 Februari 2012.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar